Skip to main content

Cultural Studies


Muhammad Faruq Bukhori
13020117140087
Introduction to Cultural Studies


Loughborough University Institutional Repository
Review: Cultural Studies, The English Literature Companion, 2011
Jarvis Brian and Julian Wolfreys
Cultural Studies 2011
Publisher: Palgrave Macmillan © Julian Wolfrey


Kumpulan makalah ini mengulas tentang apa itu cultural studies (kajian budaya). Makalah ini dikutip dari buku Cultural studies karya Jarvis Brian dan dari buku The English Literature Companion. Tiga bab yang terdapat dalam makalah ini menjelaskan apa itu kajian budaya yang menjelaskan pentingnya kajian budaya terhadap budaya popular, pada bab kedua menjelaskan sejarah kajian budaya yang menjelaskan asal muasal lahirnya kajian budaya ini, pada bab ketiga menjelaskan tentang kajian budaya terhadap teks kesusastraan yang didalamnya menjelaskan tentang kritikan sastra.

Kajian Budaya
Kajian budaya sangat penting untuk dipelajari sebagaui seorang mahasiwa sastra, hal yang membuat pelajaran tentang kajian budaya ini begitu penting karena dapat mengembangkan pendekatan khusus pada teks-teks yang bersifat kritik sastra hingga teks-teks yang bersifat  politisasi dan interdisipliner. Pada karya sastra, film, dan media pembelajaran, sosiologi, politik maupun geografi dapat dilakukan pula pendekatan kajian budaya. Jadi, definisi kajian budaya itu sendiri sulit untuk di artikan karena itu merupakan gabungan dari berbagai disiplin ilmu. Bahkan kajian budaya itu cakupannya luas meliputi marxcism, feminism, postcolonialism, dan psychoanalysis. Objek kajian budaya tidak hanya dipahami secara sempit mengenai seni atau kebudayaan.
 Budaya yang menjadi objek kajian budaya bukanlah pengertian dari sebuah perkembangan seni, intelektual dan spiritual, melainkan politis daripada estetis. Dengan demikian objek kajian budaya bisa mencakup budaya popular. Kajian budaya tidak dapat diteliti dan dipahami berdasarkan epistemologi modern, karena asumsi dasar kajian ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran posmodern. Karakter kajian budaya modern bersifat obyektif, universal, monokultural, dan beridentitas tunggal, sedangkan cultural studies memandang budaya bersifat plural, multikultural, kompleks, identitas terkonstruksi, dinamis, berbeda, interaktif, dan saling berpengaruh secara intens, karena perbedaan pandangan dunia. Kajian budaya menolak adanya pengujian teori. Teori dipandang terlalu implisit dalam penelitian empiris melalui pemilihan topik, fokus riset dan konsep-konsep yang dipakai untuk mendiskusikan dan menafsirkannya. Kajian budaya menunjukkan teks kebudayaan dan berbagai mitos dan ideologi yang tertanam di dalamnya, agar dapat melahirkan posisi-posisi subjek, yang mampu melawan sub-ordinasi.

Sejarah Kajian Budaya
Asumsi dasar kajian budaya adalah marxisme. Istilah kajian budaya dipopulerkan oleh Richard Hoggart, Thompson dan Raymon William. Mereka bertiga merupakan trio akademik di Universitas Inggris, dan mereka juga merupakan bapak penemu kajian budaya Inggris. Karena kajian budaya itu identi dengan marxis, hal itu tidak mengangap bahwa kajian ini mempelajari tentang komunis, melainkan pemikiran marxis dalam kajian budaya dilakukan untuk mengkaji naskah kesusastraan. Para pendiri cultural studies memiliki latar belakang pendidikan Sastra, dapat ditilik dari perkembangan paham strukturalisme dalam kritik-kritik Sastra yang berkembang pesat di Eropa pada masa itu. Dalam hubungannya dengan Marxisme, cultural studies secara khusus menfokuskan perhatian pada isu-isu tentang struktur, praksis, determinisme ekonomi dan ideologi. Cultural studies bukanlah ranah marxis, namun banyak meminta bantuan dari Marxisme.

Dalam kajian budaya dikenal istilah hegemoni. Hegemoni adalah bentuk penguasaan terhadap kelompok tertentu dengan menggunakan kepemimpinan intelektual dan moral secara konsensusAntonio Gramsci mendasarkan Hegemoni pada pemikiran Marx mengenai kesadaran palsu (orang tidak sadar akan adanya dominasi didalam kehidupan mereka). Gramsci berpendapat bahwa khalayak dapat dieksploitasi oleh system sosial yang juga mereka dukung (secara financial).Gramsci merasa bahwa kelompok-kelompok yang dominan didalam masyarakat berhasil mengarahkan orang menjadi tidak waspada.Persetujuan adalah komponen utama dari Hegemoni.Serta kita mengetahui, budaya korporat sekarang ini menekankan pengambilan keputusan untuk persetujuan sering didominasi oleh kelompok yang dominan.
Khalayak tidak selalu tertipu untuk menerima dan mempercayai apapun yang diberikan oleh kekuatan dominan. Khalayak terkadang juga akan menggunakan seumber daya dan strategi yang sama seperti yang digunakan oleh kelompok sosial yang dominan. Hingga pada batas tertentu, individu-individu akan menggunakan praktik-praktik dominasi Hegemonis yang sama untuk menantang dominasi yang ada (hegemoni tandingan). Hegemoni tandingan penting dalam kajian budaya sebab menunjukkan bahwa khalayak tidak selamanya diam dan menurut.Maksudnya, didalam hegemoni tandingan, para peneliti berusaha untuk memperbesar volume suara yang selama ini dibungkam.Pemikiran mengenai hegemoni tandingan sebagai suatu titik dimana individu-individu menyadari mengenai ketaatan mereka dan berusaha melakukan sesuatu mengenai hal tersebut.
Pada akhir tahun 60-an, kajian budaya di ingris memulai mengkaji keberbagai hal baru seperti isu gender dan seksua, ras dan etnis. Hal tersebut kian menyeruak dan memicu pergerakan sosial dan politik seperti hak perempuan dan kebebasan untuk menjadi GAY. Sejak tahun 70-an, kajian budaya kian popular pada jurnak-jurnal dan kritikan yang muncul diberbagai belahan dunia seperti Amerika, Asia dan Afrika hingga Eropa.

Kajian Budaya Sastra
Dalam konteks kajian budaya, karya kesusastraan banyak menarik minat pembelajar untuk mengkajinya. Hal ini memiliki kaitan erat dengan politik dan power, kajian budaya sastra disini menggunakan teori marxisme, teori ini bertujuan untuk melakukan kritikan pada karya sastra.
Kritikan sastra yang menggunakan teori marxisme itu juga dapat berupa konten sosial yang popular, karena sastra memiliki hubungan dialektik dengan konteks sosialnya sebagai media untuk menyampaikan protes. ehingga banyak pula pemikir Marxis yang menganggap bahwa sastra merupakan bagian dari seni yang bisa dijadikan sebagai suatu media pemberontakan revolusioner bagi kelas tertindas.










Comments

Popular posts from this blog

Analysis of Social Aspect in "Since Lockdown" by Ryan O'Leary

  Analysis of Social Aspect in "Since Lockdown" by Ryan O'Leary   Muhammad Faruq Bukhori English Department   Diponegoro University   muhammadfaruqbukhori@students.undip.ac.id   Abstract In this paper, I would like to analyze the extrinsic element in Since Lockdown by Ryan O’Leary. The aim of this paper is to analyze the social aspect contained in the poem Since Lockdown by Ryan O’Leary. In the analysis I use the close reading method with Pierre L. Van Den Bergh’s sociology theory, this theory uses to analyze, consider, and explain the social phenomenon from a sociological perspective. This poem contains a social phenomenon that is happening right now. The social phenomena contained in the poem are also reflected in the life that is happening now when Covid-19, this can be noted from the content of each stanza in the poem. Keywords: Analyze, Close Reading, Ryan O’Leary, Since Lockdown, Social Aspect 1. Introduction Poetry is a ...

PENDIDIKAN ISLAM DAN ETIKA BERMASYARAKAT DALAM GURINDAM DUA BELAS

PENDIDIKAN ISLAM DAN ETIKA BERMASYARAKAT DALAM GURINDAM DUA BELAS Muhammad Faruq Bukhori Jurusan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang Abstrak As a nation rich in culture, Indonesia has great literary works to study. This paper describes religious values ​​in the literary works of the old poem Gurindam dua belas works of Raja Ali Haj as a form of character education material with human values. The method used is close reading. From the results of the analysis it can be concluded that the gurindam dua belas are literary works that contain religious values ​​and contain advice for a community in order to become superior human beings in its application in social life. Keywords: Religious, Literary, Raja Ali Haji, Gurindam Dua Belas, Education 1. Pendahuluan Gurindam Dua Belas merupakan salah satu puisi melayu lama karya Raja Ali Haji yang ditulis dan diselesaikan di Pulau Penyengat pada tanggal 23 Rajab 1264 Hijriyah atau 1847 Masehi. Guri...

A PSYCHOLOGICAL APPROACH: THE ANALYSIS OF CHARACTER MONTRESOR IN “THE CASK OF AMONTILLADO” SHORT STORY BY EDGAR ALLAN POE

  A PSYCHOLOGICAL APPROACH: THE ANALYSIS OF CHARACTER MONTRESOR IN  THE CASK OF AMONTILLADO SHORT STORY BY EDGAR ALLAN POE Muhammad Faruq Bukhori 13020117140087 Department of English Literature, Diponegoro University, Semarang, Indonesia Email: muhammadfaruqbukhori@students.undip.ac.id   Abstract In this paper, I would like to analyze the psychological aspect in the short story “The Cask of Amontillado” by Edgar Allan Poe. The aim of this paper is to analyze the extrinsic elements contained in the short story “The Cask of Amontillado” by Edgar Allan Poe. I use library research method with Sigmund Freud's psychoanalytic theory; this theory uses the development of character personality formed through the conflict of the human mind. Sigmund Freud's psychoanalytic theory of personality argues that human behavior is the result of interaction between three components of the mind: the id, the ego, and the superego and Freud believed that there are three levels of...