Skip to main content

PENDIDIKAN ISLAM DAN ETIKA BERMASYARAKAT DALAM GURINDAM DUA BELAS


PENDIDIKAN ISLAM DAN ETIKA BERMASYARAKAT DALAM GURINDAM DUA BELAS
Muhammad Faruq Bukhori
Jurusan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
Semarang

Abstrak
As a nation rich in culture, Indonesia has great literary works to study. This paper describes religious values ​​in the literary works of the old poem Gurindam dua belas works of Raja Ali Haj as a form of character education material with human values. The method used is close reading. From the results of the analysis it can be concluded that the gurindam dua belas are literary works that contain religious values ​​and contain advice for a community in order to become superior human beings in its application in social life.
Keywords: Religious, Literary, Raja Ali Haji, Gurindam Dua Belas, Education
1. Pendahuluan
Gurindam Dua Belas merupakan salah satu puisi melayu lama karya Raja Ali Haji yang ditulis dan diselesaikan di Pulau Penyengat pada tanggal 23 Rajab 1264 Hijriyah atau 1847 Masehi. Gurindam dua belas tercipta atas keprihatinan Raja Ali Haji terhadapt kondisi masyarakat Kerajaan Melayu-Lingga pada saat itu moral dan eksistensi agamanya kurang.
Gurindam Dua Belas teridiri dari 12 pasal dan dikategorikan sebagai puisi didaktik, yang berisikan nilai pendidikan, sosial dan nasihat petunjuk hidup yang dridhai oleh Allah Azza Wa Jalla.
Dalam tulisan ini akan dijelaskan tentang etika yang harus dipegang oleh setiap orang agar hidupnya lebih terarah dan berlandaskan agama Islam. Namun sebelumnya terlebih dahulu akan dijelaskan tentang apa yang mendasari etika beragama terhadap lingkungan masyarakat serta bagaimana caranya meneladani hal tersebut.

2. Prinsip Beragama Menurut Gurindam Dua Belas
Bagi orang melayu agama itu merupakan keselamatan dan media pembelajaran moral karena didalamnya terdapat nilai-nilai sosial yang tinggi. Berdasarkan pada pernyataan tersebut. Kaedah pertama hendaknya setiap orang itu beragama sesuai keyakinannya agar hidupnya lebih terarah dan lebih beretika. Kaedah kedua menuntuk agar manusia terus belajar dan selalu menunjukkan kesopanannya dimasyarakat.
Adapun prinsip beragama dalam Gurindam Dua Belas tertulis disetiap pasalnya, seperti prinsip berbakti kepada orang tua, menghargai sesama, dan prinsip bermasyarakat. Hal ini tertuang dalam pasal 1 gurindam dua belas yang berbunyi.
            Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang yang ma'rifat
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah Ia dunia mudarat.
Dari penggalan ayat tersebut dapat dikatakan bahwa gurindam dua belas ini memberikan pengajaran kepada pembacanya agar beragam supaya hidup lebih bermakna karena dunia ini hanya sementara sedangkan akhirat ialah selamanya. Dalam pasal pertama gurindam dua belas itu terdapat 6 bait/ayat, dalam praktiknya makna disetiap bait itu dapat diartikan bahwa, bait pertama menyuruh agar kita berpegang teguh kepada agama dan kepercayaan kita, bait kedua itu menjelaskan tentang yang empat istilah lain dari syariat, hakikat, tarekat, dan makrifat merupakan tingkatan agar manusia dapat mencapai tingkat makrifat agar diridhai oleh Tuhan, bait keempat agar menyuruh manusia itu mengenal dirinya sendiri terlebih dahulu, bait kelima bermakna bahwa dunia ini titipan dan dunia inilah media kita untuk terus beribadah mempersiapkan akhirat, bait keenam menjelaskan tujuan hakiki dari seorang manusia itu ialah akhirat yang abadi.
3. Keharusan Anak Untuk Selalu Berbakti Kepada Orang Tua
Nilai pendidikan yang terkandung didalam gurindam dua belas ini juga memberikan konsep berbakti kepada orang tua bagi seorang anak. Dalam islam kedudukan seorang ayah dan ibu itu sangat tinggi, dan dalam sosial budaya nusantara juga begitu. Orangtua menduduki hirarki tertinggi dalam keluarga sehingga anak diharuskan untuk memberi hormat kepada mereka. Konsep inilah yang kemudian Raja Ali Haji dalam syiarnya melalui gurindam dua belas menjabarkan bahwa adanya keharusan bagi anak untuk berbakti kepada kedua orangtua yang terdapat pada gurindam pasal 10, berbunyi:
            Dengan bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil
supaya tangannya jadi kafill.

Pada gurindam pasal 10 ini terdapat 5 bait/ayat yang memberikan nilai-nilai pendidikan karakter bagaimana seorang anak itu harus menghormati orang tua. Seorang anak itu hendaklah jangan durhaka seperti melawan orangtua dan menghardiknya, hendaknya anak itu tetap berbakti dan melaksanakan perintah mereka. Seorang anak juga diajarkan untuk tetap hormat kepada kedua orangtua, dan jangan lalai terhadap perintah mereka dan hendaknya mendengar setiap nasehat yang diberikan.
Dengan kawan hendaklah adil
supaya tangannya jadi kafill.
Pada kutipan tersebut bermakna seseorang itu hendaknya berbuat baik dan berlaku adil terhadap sesama, karena hal tersebut akan membantu dalam bekerja sama dan jika ada teman dalam kesulitan hendaknya membantu mereka.
4. Etika Dalam Bermasyarakat
Pendidikan sosial juga tercantum dalam gurindam dua belas karya Raja Ali Haji ini, hal itu ia tuangkan dalam pasal 5 bait 1 dan bait 6 dan juga pada pasal 7 bait 5.
Pada pasal 5 bait 1 dan 6 berbunyi
Jika hendak mengenai orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa,
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
Pada bait diatas bermakna juga dalam bersosial kita itu harus menjada etika sopan santun dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan juga dalam berteman hendaknya kita itu bijak dalam memilih teman agar tak terjerumus dalam keburukan.
Pada pasal 7 bait 5 berbunyi
                        Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Ini juga bermakna dalam masyarakt itu hendaknya bahwa seseorang itu jangan mencela agar tak mendapat celaan kembali, setiap bangsa tentu memiliki norma-norma yang berlaku hendaknya juga ditaati seperti selalu berlaku sopan dan santun.
5. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam Gurindam Dua Belas ini terkandung begitu banyak pesan moral dan nilai-nilai pendidikan yang dapat diterima dalam budaya nusantara ini. Hendaknya sebagai manusi itu wajib melaksanakan perintah tuhan, berbakti kepada orang tua dan berlaku adil terhadap masyarakat.


Daftar Pustaka
1.         Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjungpinang. 2014. Gurindam Dua Belas.
2.         Saad Ibnu & Ferdiansyah Fikri dkk. 2015. MAKNA GURINDAM DUA BELAS  KARYA RAJA ALI HAJI. Makalah.




Comments

Popular posts from this blog

Patriarchy, Feminism, and Gender in The Steel Brassiere

Muhammad Faruq Bukhori 13020117140087 Take Home Final Test Patriarchy, Feminism, and Gender in The Steel Brassiere by Irish Sheila G. Crisostomo The Steel Brassiere is a short story by Irish Sheila G. Crisostomo, this story takes the story of the life of a woman who in her day was a victim of oppression for her husband. The Steel Brassiere story contains elements of patriarchy, feminism, and gender in it, for that I will analyze all three, the method I use also through close reading. 1. Patriarchy Patriarchy here means a social system where the man holds power in the domestic sphere (home) and dominates the woman (his wife), male figure in the form of a father or husband who has authority over his property, his wife and children [1] .In the story of The Steel Brassiere , the patriarchal figure in the story is the husband of the narrator, Lindoln. This characteristic of Lindoln is described as being stingy, like to regulate, and like to scold his wife and even includ...

Ambiguity

AMBIGUITY ( Sencse Relations On The Sentence Meaning ) Arranged by: Name: MUHAMMAD FARUQ BUKHORI Student Number: 13020117140087 E-mail: mfaruq.bukhori@gmail.com ENGLISH DEPARTMENT S1 Sastra Inggris Faculty of Humanity Diponegoro University SEMARANG 2019 INTRODUCTION Ambiguity is an important component in language often in that language there are many meanings that are owned. In this report, my goal is to make the semantic semester midpoint for my semester this semester. In this report I will explain what ambiguity is, how the application of ambiguity to language and why important ambiguity in language. DISCUSSION 1. What is Ambiguity Ambiguity is the form of idea in which different interpretations are plausible. The general characteristic of expression is uncertaint. It is therefore the abstraction of any thought or message whose intended meaning cannot be definitively solved according to the law of action with a limited number of ways. T...

Patriarchy, Feminism, and Gender in The Yellow Wallpaper

Muhammad Faruq Bukhori 13020117140087 Patriarchy, Feminism, and Gender in The Yellow Wallpaper By Charlotte Perkins Gilman In the story of The Yellow Wallpaper by Charlotte, I found a view of patriarchy, feminism, and gender. This story is packaged so unique because from the background of this story the author wrote about the social role of American women at that time. In the following, I will describe the interpretations of patriarchy, feminsime, and gender contained in this story. 1. Feminism Interpretation As the main character of this story, Narrator has experienced a lot of criticism and control from a man namely Sumai himself. She (the narrator) was forbidden to write and to give an opinion, even went out to work she was not allowed by her husband. This can be seen in the following fragment of the story. I even said to John one moonlight evening, but he said what I felt was a draught, and shut the window. There comes John, and I must put this away,- he hates t...